Ibu : Laksana Terang Dalam Temaram

“Al Ummu Madrosatul Ula, Idzaa A’dadtaha A’dadta Sya’ban Khoirul ‘Irq”
(Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa berakar kebaikan)

Sudah hampir 4 bulan ini aku menikmati statusku sebagai seorang ibu muda. Pasca melahirkan, aku benar-benar belajar untuk berperan layaknya ibu muda pada umumnya. Di balik usaha itu ada ibuku yang senantiasa mendukung dan memberikan banyak ilmu baru padaku. Mengapa begitu? bagi seorang perempuan melewati masa selepas persalinan memang tidaklah mudah. Aspek psikologis yang terkadang masih turun naik memang butuh penyesuaian kembali. Sebagai seorang wanita yang bekerja, rutinitasku lebih banyak dihabiskan diluar rumah untuk kegiatan yang menunjang profesiku sebagai pengajar. Berbeda dari kondisi tersebut, saat ini aku mulai beradaptasi dengan kondisi dan rutinitas baruku.


Ibu dan Aku
Masih teringat jelas, ibuku terus mendukung serta menenangkanku ketika dokter memutuskan bahwa aku harus menjalani operasi sesar. “Nduk, yang sabar, insyaallah itu sudah jalan terbaik,” nasihat ibu yang hingga kini masih terekam jelas dalam ingatan. Kata-katanya membuatku merasa lega dalam menghadapi persalinan.
Persalinanpun alhamdulilah berjalan dengan lancar.
Tak kuasa air mataku menetes haru saat ibuku mengendong bayiku sesaat selepas persalinanku usai. Saat itu kondisiku masih terbaring lemah di ranjang pasien, bayiku sempat menangis, namun dengan dekapan lembut ibuku, tangisnya pun berangsur-angsur reda. Sempat terbayang, bila saat itu ibundaku tak disamping untuk menemaniku.
Saat tengah malam, bayiku sempat menangis, ibuku kembali berusaha menenangkannya sembari mendekap agar ia terasa hangat. Aku menyadari, waktu tidurnya sedikit terganggu karena mendekap bayiku acapkali dia menangis. Aku sempat mencuri pandang saat ia tertidur dalam posisi duduk disamping ranjangku. Gurat wajahnya terlihat menyiratkan rasa letih.  
 
Ibu dan bayiku
 Tak hanya sampai disitu, beberapa  hari pasca melahirkan, aku sempat menangis karena merasa cemas dan khawatir. Kata orang aku terkena baby blues syndrome. Walaupun tidak akut, namun cukup menimbulkan perasaan cemas dan khawatir berlebihan. Situasi ini jelas membuat suamiku khawatir. Lagi-lagi ibuku kembali andil untuk menenangkanku. Beliau senantiasa menemaniku, mengajakku bercerita banyak hal di saat ashar hingga menjelang magrib tiba. Aku benar-benar merasakan quality time bersama ibu.
Ia mengerti bahwa seorang perempuan yang baru saja melahirkan memang butuh seorang teman berbagi. Karena secara psikologis wanita pasca persalinan masih dalam kondisi labil. Tak jarang, aku seringkali bertanya ini itu tentang parenting padanya. Meskipun ia mengaku bukan seorang ahli parenting, tapi ia dengan senang hati berbagi ilmu dalam merawat bayi.  Tidak hanya teori, ibupun dengan cekatan mengajariku cara mengendong bayi, memandikannya hingga cara menyusui. Tak jarang, ia pun seringkali menciptakan lirik-lirik lagu baru yang didendangkan pada bayiku hingga menceritakan dongeng-dongeng menarik yang begitu kukenal. Saat masih kecil, ibu sering kali mendongeng sebelum aku dan adikku tidur. Dongeng-dongeng itulah yang kini kembali ia modifikasi untuk diceritakan ulang pada bayiku.
Belajar dari hal itu, akupun dituntut untuk belajar kreatif dalam menciptakan lirik lagu sarat makna hingga dongeng-dongeng yang dapat dikisahkan pada my baby boy.
Saat tulisan ini dibuat, rasanya ucapan terimakasih tak cukup untuk bisa membalas kebaikan ibu. Rasa syukur kupanjatkan pada Tuhan. Karena ibu, aku belajar banyak hal termasuk rasa sabar dalam melewati semua hal yang terjadi. Terlepas ia manusia yang masih banyak kekurangan. Namun, ibuku laksana terang dalam temaram. Beliau pun pernah berpesan, ”ambil sikap yang baik dari ibu dan tinggalkan yang tidak sepatutnya diambil”. Muncul harapan dan tekad dalam diri untuk bisa terus belajar menjadi seorang ibu yang baik. Jadi ingat ungkapan arab yang berbunyi “Al Ummu Madrosatul Ula, Idzaa A’dadtaha A’dadta Sya’ban Khoirul ‘Irq” (Seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa berakar kebaikan). Bukankah ungkapan itu memang benar.

Tidak ada komentar

Terimakasih banyak telah berkunjung ke Blog Saya
Semoga silaturahmi senantiasa terjalin (^_^)