Sepenggal Dialog Ombak Dengan Manusia




Semilir angin terasa berbeda detik ini.
Ia menyapaku dalam keremangan malam yang masih temaram
Berbisik pada ombak pantai yang mencibir jiwaku dengan sinis.
Seraya berkata,”Hai manusia, lupakah kau bersujud pada Tuhan-Mu malam ini?

Aku...
Mencoba berdialog dalam kegoncangan jiwa yang rapuh
Menjelmakannya dalam gemericik air yang begitu berisik.
Jiwa rapuh ini mencoba menjadi perkasa
Meski mata tak berkompromi untuk sedikit terjaga
Raga menyerahkan seluruhnya pada pikiran yang masih dalam genggaman malam
Mencoba berontak pada rantai durjana yang membelenggu seorang hamba 
“Hai manusia, lupakah kau pada Tuhan-Mu?”
Begitu jiwamu diperturutkan nafsu
Ombak dan air mulai melontarkan semua Perihal dasar keangkuhan manusia 
Jiwapun mulai tawar

Pikiran berontak semakin liar
Mengerakkan raga yang semula diam
Mencoba terjaga untuk merebahkan wajah 
Sembari bersujud yang panjang 
Membasuh wajah yang tercoreng oleh dunia
Sekadar bersujud sejenak pada Sang Rabbi
Angin semakin semilir, meski dingin meremahkan tulang
Membuat kulit semakin mengigil

Jiwa berujar lirih pada ombak yang galak 
Kini, aku mencoba bangkit
Laju ombakpun setengah berisik menyiratkan simpul ketenangan
Pertanda telah berani menegur jiwa yang hampa
Tersadar diri dalam rengkuhan nikmat sujud pada sang Rabbi
Mengalahkan buih-buih kenistaan 
Larut dalam kristal garam ketawadhuan 
Tangis yang miris, 
gelombang ombakpun pecah
Keseimbangan mencari lajur pengharapan 
Terkenang kembali untuk berdzikir dalam gemerisik ombak pada Sang Ilahi
Kali ini, lantunan dzikir menggema ke seantero semesta
Ia menjadi saksi kemesraan seorang hamba pada Tuhan-Nya
Kemesraan alam yang bertahmid pada Rabbi-Nya
Akibat kekosongan liku perjalanan manusia
Untuk merangkumnya dalam visi yang seyogyanya masih sangat panjang 
Sepanjang jalur pantai yang tak bertepi