Hutanku Sayang, Hutanku Hilang


Hutan menjadi satu hal yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Kiranya kita belajar bahwa dengan adanya hutan keseimbangan ekosistem dapat berjalan dengan teratur. Fungsi hutan yang mampu menyimpan cadangan air, menjadikan hutan berperan dalam mencegah banjir dan bencana alam lainnya. Disamping itu, hutan pun merupakan penawar dalam permasalahan pemanasan global yang tak kunjung usai. Indonesia merupakan negara yang memiliki luas hutan tropis terbesar ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo. Kita tahu bahwa flora dan fauna tersebar luas dengan banyak keanekaragaman di sana . Namun disisi lain, keanekaragaman tersebut seakan hilang oleh berbagai macam kerusakan hutan yang terjadi. Wilayah hutan yang seyogyanya menjadi habitat hidup flora dan fauna telah terancam oleh banyaknya illegal logging yang semakin merajelala. Ditambah, kebakaran hutan yang begitu membabi buta tanpa diselingi oleh peremajaan hutan dan tindakan reboisasi yang berkelanjutan.   
Tak cukup sampai disitu, kondisi pun semakin diperparah dengan banyaknya wilayah hutan yang telah gundul. Wilayah Sumatra dan Kalimantan yang dulunya memiliki areal hutan yang luas, kini hanya menyisakan wilayah-wilayah hutan gundul. Akibat yang terjadi adalah, banjir dan longsor telah menjadi langganan di beberapa wilayah Indonesia. Sebut saja Kota Jakarta, rasanya banyak kawasan di kota metropolitan itu sudah langganan banjir tiap tahunnya. Pembangunan yang terus berjalan telah membuat kawasan hutan di Jakarta tergantikan oleh beton, besi dan bangunan cor-coran lainnya. Akibatnya fungsi penyerapan air pada tanah tidak dapat berjalan dengan baik dan maksimal.
Salah satu tindakan yang juga merugikan yakni sikap apatis yang ditunjukkan oleh kebanyakan manusia dalam menjaga kelestarian lingkungan. Padahal sikap tersebut menjadi sebuah esensi mendasar untuk menimbulkan kesadaran yang selama ini hilang. Kondisi ini dapat diamati pada tindakan membuang sampah semabarang  ke sungai oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut menjadi satu tindakan pengrusakan lingkungan yang lama-lama berdampak besar pada lingkungan dan habitat ikan di sungai.

How To Agree By Edward De Bono

Buku ini diberikan salah seorang temanku sekaligus kakak @Tiara Brahmaharani




How To Agree Summary
      1.  Genuinely seek to find points of agreement in what the other person is saying
      2.  There is no contribution if you simply agree with everything
      3.   To disagree at every point is irritating and boring
      4.  Being argumentative is not all beautiful. There are better methods of exploring a subject
          next.....

Peran Ibu Dalam Perawatan Gigi Dan Mulut Anak



Sabtu (15/2), Pusat Studi  Gender Universitas Islam Indonesia bekerjasama dengan UNISI Radio menyelenggarakan Talkshow “Suara Untuk Anak dan Perempuan”. Acara yang berlangsung dari pukul 09.00-10.00 WIB kali ini mengundang narasumber yang bergelut di bidang kesehatan gigi, yakni drg.Andi Dahniar. Beliau menyampaikan materi mengenai “peran ibu dalam perawatan gigi dan mulut Anak. Menurut dokter gigi yang akrab disapa Mba Niar ini, ibu memiliki peran penting dalam merawat gigi dan mulut anak sejak hamil maupun hingga anak lahir. Ketika hamil, ibu disarankan ........

Pemilu Dalam Bingkai Demokrasi




Pemilihan langsung (Pemilu) sebagai pesta demokrasi terbesar, tinggal menunggu waktu menuju perhelatannya. Momen yang tepat sebagai penyaluran aspirasi dan implementasi demokrasi ini, telah digembor-gemborkan sebagai wacana menuju kehidupan bangsa yang baru. Beragam Baliho dan pamplet para calon aspirator bangsa terpampang di setiap ruas jalan. Hiruk pikuk  diiringi untaian janji dan visi telah menghiasi setiap gambar. Ditambah bumbu-bumbu semboyan yang mengandung nilai dan dan makna. Mumpung masih kampanye, mumpung akan pemilu, dan mumpung punya jalan menuju kekuasaan.
Entah dirasa ataupun tidak, perhelatan 4 tahunan ini, terkadang hanya sebagai sebuah perayaan ritual yang dimanfaatkan oleh berbagai oknum untuk sebuah kepentingan. Mencari kekuasaan, jabatan dan keglamoran hidup ditengah ekonomi yang carut marut. Pesta 4 tahunan tersebut telah membuat bangsa ini dinilai sebagai negara yang berhasil menerapkan sistem demokrasi secaramenyeluruh di mata Internasional. Meskipun pada kenyataannya, keadaan tersebut justru masih membingungkan dalam tubuh bangsa Indonesia sendiri. 
Esensi pemilu adalah sarana memilih para calon penguasa yang akan duduk di bangku pemeritahan sebagai sebuah simbol dari aspirasi rakyat. Akan tetapi, bangsa ini diniali masih kabur menilai esensi negara sebagai sebuah kedaulatan. Mengutip pendapat Marxis dalam teori klasiknya, negara hanya dijadikan semacam instrumen dan panitia para pengelola kepentingan-kepentingan para penguasa.
Kebijakan negara hanyalah resultan dari kekuatan-kekuatan yanga ada. Negara tidak lagi punya kemandirian karena kebijakan tertentu ditentukan oleh berbagai kelompok kepentingan. Dari definisi tersebut memang acuannya ketika masyarakat Indonesia memperbincangkan mengenai pemilu, yang ada di benak hanyalah doktrin keberadaan para elite penguasa yang duduk memangku jabatan dalam sistem pemerintahan. Lantas, sampai kapan keadaan yang demikian akan diusung oleh bangsa yang memegang teguh semboyan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Malahan semboyan tersebut menjadi terbalik saat ini,dari rakyat, oleh rakyat dan untuk penguasa.