Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa nan amat subur
……………………………………
Sepenggal bait lagu kebangsaan yang mengingatkan pada kondisi dan keindahan
Indonesia. Keelokan yang dibangun oleh peradaban moral yang benar dan adil,
tentu menjadi sebuah idaman bagi rakyatnya. Sebuah negara dengan jumlah
penduduk besar dan kekayaan yang melimpah ruah tentu amat sangat berpeluang
untuk memperoleh kesejahteraan yang merata bagi warganya. Akan tetapi, kondisi
ini justru berkebalikan dengan kenyataan yang ditemui saat ini. Semuanya hilang
dan musnah oleh tindakan amoral yang bernama korupsi. Bahkan Indonesia sendiri
dinobatkan sebagai salah satu negara dengan jumlah koruptor terbesar di dunia.
Bait-bait indah lagu tersebut kini justru tergantikan dengan tangisan Ibu
Pertiwi.
Banyak kasus tentang korupsi yang memadati berita utama di berbagai media di
tanah air. Seakan tak pernah ada hentinya, rakyat dijejali dengan kondisi
kebobrokan dari tingkah polah kebanyakan para penguasa negeri ini. Sebut saja
kasus BLBI, Kasus Century bahkan beragam kasus lainnya yang susul menyusul
silih berganti. Tak tanggung-tanggung, dana yang diselewengkan bukan saja
bernilai ratusan ribu rupiah, melainkan sudah mencapai bilangan juta, miliaran
bahkan trilyunan rupiah. Kesemuanya dengan santainya mengalir ke rekening para
tikus di negara ini.
Para pelakunya
pun dari tingkat bawah sampai atasan, seperti halnya Gayus Tambunan, para
bupati hingga mantan menteri sekalipun. Yang tak kalah mengherankan, banyak
pelakunya yang ternyata adalah orang yang jelas-jelas memiliki pendidikan
tinggi serta pengetahuan nilai moral. Bahkan ada pula yang menyandang gelar
Haji. Sekaliber orang yang telah terlabel iman dan kuat pun ternyata tetap
masih dapat ditembus oleh tawaran nominal yang mengiurkan.
Diakui ataupun
tidak,korupsi jelas-jelas telah merugikan bangsa dan rakyat Indonesia secara
keseluruhan. Lihat saja, bangsa yang telah berdiri tegak dengan tongkat
kemerdekaan selama hampir 65 tahun, masih terbelenggu dengan jerat kemiskinan
dan rendahnya kesejahteraan bagi warganya. Masih dapat kita temui banyaknya
pengemis di jalan, gelandangan tanpa rumah, para pengangguran yang tengah
terlunta-lunta mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang benar dan adil. Menurut
data pada bulan Februari 2008, Indonesia memiliki jumlah pengangguran yang
mencapai 9,43 juta orang.
Jumlah yang besar dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi. Belum
lagi, tingkat kemiskinan yang disertai dengan tidak terpenuhinya hak warga.
Banyak dari masyarakat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Jangankan untuk mengenyam pendidikan yang digaungkan oleh negara, untuk makan
saja perlu bekerja keras di tengah ketidakstabilan ekonomi saat ini. Apalagi
pemerintah baru-baru ini menaikkan TDL (Tarif Dasar Listik ) yang juga berimbas
pada kenaikan sembako dan kebutuhan lainnya.
Padahal dengan
potensi wilayah dan kekayaan alam yang dimiliki bangsa ini, tidak mustahil
program pembangunan akan berjalan sesuai rencana, terciptanya keadilan serta
kesejahteraan yang mampu memicu pertumbuhan ekonomi. Tidak mustahil pula, cepat
atau lambat Indonesia akan berganti status dari negara berkembang, perlahan
menuju negara maju.Akan tetapi, lihatlah tingkah polah para koruptor bangsa
ini, banyak diantaranya yang justru dengan seenaknya saja diselewengkan untuk
memperkaya diri sendiri, berlomba dengan kondisi sosial yang menjerat kondisi
bangsa, mengelembungkan harta pribadi di tengah kondisi perekonomian yang carut
marut. Ketika bangsa ini dilanda krisis, justru malah berseliweran mobil mewah
yang dibeli, simpanan oleh para koruptor di bank-bank asing, serta bermacam
perilaku lainnya. Hal yang paling mendasar yang patut dipertanyakan adalah
letak nurani dan keadilan bagi para personal pelaku. Banyak dari mereka yang
mendengungkan nilai kebersihan moral ketika akan naik dalam sebuah
jabatan dan kekuasaan yang lebih tinggi. Hingga tak heran, kasus korupsi yang
melanda bangsa ini berimbas pada ketidakpercayaan rakyat dalam memilih
pemimpin. Mereka banyak beranggapan bahwa menjadi orang nomor wahid di sebuah
institusi akan melanggengkan jalan menuju pada pengembalian dana yang telah
terpakai ketika saat kampanye dulu. Tidak mustahil demikian, bukan?!
Tak ada
salahnya kita belajar dari negara yang menanamkan nilai moral di atas
segalanya. Barangkali dalam penanaman kesadaran, prinsip serta peraturan hukum
yang berlaku ketat di wilayah tersebut. Sebagai contoh negara Belanda yang
notabennya justru para petinggi negaranya hidup dalam pola kesederhanaan,
menjadi seorang pengemban amanah, justru kesederhanaan yang ditonjolkan, bukan
dengan cara berlomba membeli mobil mewah sebagai sarana transportasi, akan
tetapi malah justru banyak diantaranya hanya menggunakan sepeda. Dari sisi
hukum, barangkali dapat diperketat. Bayangkan saja! di beberapa negara, hukuman
mati bagi para koruptor telah diperlakukan. Hal ini mengingat betapa sangat
merugikannya perilaku korupsi yang merugikan negara dan hak orang banyak.
Tak ada
salahnya belajar dari kesederhanaan yang tertanam sejak dini. Dimana, tawaran
materi memang akan selalu datang silih berganti. Jangan salah paham dengan
konsep “Materi bukanlah segala-galanya, tapi segala-galanya memang butuh
Materi”. Mencari materi memang dibutuhkan, tetapi harapannya berada pada
koridor yang semestinya. Yang perlu diamati, tindakan korupsi
menjadi sebuah momok yang tak terelakkan. Seakan semuanya sudah mengakar dan
membudaya di tengah kehidupan bangsa ini. Semuanya memiliki keterikatan dan
sistem yang telah ada. Kendatipun sudah terbentuknya sebuah institusi sekaliber
KPK. Meminjam istilah dari Bang Napi, bahwa kejahatan memang bukan hanya
karena ada niat dari pelakunya, namun juga karena ada kesempatan. Dalam
sebuah institusi, pengaruh sistem memang berperan, hingga yang dipertaruhlan
tentunya adalah kondisi keteguhan prinsip dan keimanan yang menjadi basis bagi
personal. Kadangkala memang kondisi dan iklim yang tercipta tak mampu
dihindarkan, pengaruh yang besar dan keadaan yang mendesakpun menjadi faktor
yang menentukan. Sehingga kondisi kesadaran dan sikap moral bagi individu jauh
lebih ditanamkan, tidak hanya sekadar pengetahuan dalam rentetan teori panjang
PKN. Namun harus dibuktikan dengan pemahaman bahwa tindakan korupsi adalah
perbuatan salah. Secara langsung maupun tidak langsung, kondisi korupsi memang
seringkali terjadi dalam skala kecil, misalnya ketika kita sedang berlalu
lintas dan didapati melanggarnya, dengan tidak sadar kita justru membayar
tilang bukan melalui jalur yang semestinya. Hal tersebut justru dapat menjadi
pemicu kearah tindakan yang lebih besar.
Untuk itulah,
perlu adanya kerjasama dan peraturan tegas dari aparatur negara bila ingin
memperbaiki kondisi bangsa ini. Sikap tegas dalam peraturan, misalnya
memperlakukan para pelaku tindakan korupsi dengan skala besar melalui sanksi
yang sangat berat, misalnya hukuman penjara seumur hidup bahkan hukuman mati,
tidak menutup kemungkinan akan membuat jera para pelaku. Jangan jadikan alasan
kedudukan dan jabatan menjadi faktor pilih kasih dalam menengakkan hukum.
Pemberian fasilitas yang berlebihan di penjara, justru tidak membuat jera para
pelaku bukan?!
Tak kalah pentingya lagi, kesadaran yang dipupuk dari posisi bottom-up
goverment ataupun sebaliknya menjadi salah satu landasan penting bagi
pembersihan korupsi di negara ini. Bila peraturan anti korupsi yang berlaku
dari para petinggi pemerintah dilaksanakan, maka rakyat tentu akan melakukan
hal yang sama. Bahkan kesadaran yang dipupuk melalui peraturan bahwa segala
perilaku yang mengarah ke tindakan anti korupsi dan menolak tegas karena sanksi
dari bawahan, tentu akan membuat malu para petingginya bila ingin mengambil
uang rakyat.Detik ini, pencanangan anti korupsi didengungkan, tak
henti-hentinya seruan dan saran digaungkan untuk terus bekerjasama dalam memberantas
korupsi. Kendatipun banyak tersangka, tetapi tentunya masih ada orang-orang
bersih dan jujur yang dapat diajak bekerjasama untuk memeranginya. Sehingga
tangisan Ibu pertiwi lantaran kerusakan moral bangsa ini dapat segera terobati,
dengung nyanyian kemakmuran bagi bangsa kepulauan ini adalah sebuah kebenaran
bukan hanya sebatas lagu semu dan pengantar tidur semata.
Tidak ada komentar
Terimakasih banyak telah berkunjung ke Blog Saya
Semoga silaturahmi senantiasa terjalin (^_^)