Siapakah yang
tidak kenal dengan Imam Syafi’i. Beliau merupakan pendiri mahzab fikih dan ahli
di berbagai bidang keilmuan. Ia merupakan ulama besar yang telah terkenal
seantero dunia Sosok beliau tentu saja tidak lepas dari peran perempuan yang
melahirkannya, yakni ibundanya. Fatimah Binti Ubaidillah Azdiyah begitu orang
mengenal namanya. Beliau berasal dari suku Al Azd di Yaman. Ada pendapat yang
juga menyatakan bahwa beliau merupakan keturunan dari jalur Ubaidillah bin
Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.
Sebagai madrasah
pertama bagi Imam Syafi’i, Fatimah Binti Ubaidillah telah mengajarkan arti
penting keikhlasan menuntut ilmu di jalan Allah. Sejak berusia 2 tahun, Fatimah
terpaksa membesarkan Imam Syafi’I seorang diri. Hal ini lantaran suaminya,
Idris bin Abbas bin Usman Bin Syafi’i, telah meninggal di Gaza.
Sebagai perempuan
single parent, beliau dikenal memiliki ketegaran dan tidak mudah
mengeluh. Diceritakan bahwa ketika suaminya wafat, tak ada warisan harta yang
ia terima. Ia pun berjuang untuk memberikan yang terbaik kepada Imam Syafi’i.
Harapannya ialah agar Imam Syafi’i kelak menjadi figur yang bermanfaat bagi
semua orang serta berjalan teguh dalam meraih ridha Allah swt.
Fatimah pun
berpindah ke mekkah. Di Mekkah ia tinggal di Kampung Al Khaif. Tujuannya untuk
mempertemukan Imam Syafi’i dengan keluarga besarnya dari Suku Quraisy. Ia juga
ingin agar Imam Syafi’i dapat belajar bahasa arab langsung dari suku hudzail.
Suku ini memang dikenal sebagai kabilah yang memiliki kemampuan bahasa arab
yang fasih. Fase ini pun dilalui dan kelak menjadi pengaruh dalam keilmuan dan
perjalanan Imam Syafi’i.
Kondisi Ibu dan
Imam syafi’i saat itu memang berada dalam kekurangan. Meski demikian, kecintaan
Fatimah dan keinginan kuat untuk membuat Imam Syafii berguna, telah meluluhkan
hati sang guru untuk dapat mengajar tanpa dibayar. Imam Syafii pun merupakan
sosok yang pantang menyerah dalam menunut ilmu. Hingga ia pun terbersit
keinginan untuk menimba ilmu pengetahuan di luar makkah. Semula, Fatimah tentu
saja merasa keberatan, karena ia begitu menyayangi Imam Syafii. Terlebih, Imam
Syafi’i merupakan anak semata wayangnya yang diharapkan dapat menemaninya di
hari tua kelak. Namun, pada akhirnya Fatimah pun mengizinkan Imam Syafi’I untuk
dapat menimba ilmu keluar dari kota mekkah. Rasanya memang berat, namun
kekuatan dan prinsip teguh untuk mencari ridha Allah lah yang akhirnya
membuatnya ikhlas. Dengan penuh keharuan, Fatimah melepas Imam Syafii dengan
untaian doa yang indah;
“ Ya Allah, Tuhan
yang menguasai seluruh alam, anakku ini akan meninggalkanku untuk berjalan jauh
menuju keridhaan-Mu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu pengetahuan
peninggalan utusann-Mu, Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, aku memohon
kepada-Mu, agar Engkau memudahkan urusannya, memelihara keselamatannya,
memanjangkan umurnya agar aku dapat melihat dia pulang nanti dengan dada yang
penuh dengan ilmu pengetahuan yang berguna, Aamiin.”
Dengan keikhlasan
yang memenuhi dada, Fatimah binti Ubaidilah melepas anaknya. Imam syafi’i pun
mencium tangan sembari mengucapkan selamat tinggal kepada ibundanya. Betapa
besar pengorbanan dari Fatiman Binti Ubaidiliah dalam perjalanan hidup sang
Imam. Hingga membawa imam syafi’I menjadi sosok yang berpengaruh dalam peradaban
manusia hingga saat ini.
(Disarikan Dari Sumber) :
Rif’ani,
Nur Kholish. 2014. Kisah Wanita Super Inspiratif.Yogyakarta : Semesta
Hikmah.
Tidak ada komentar
Terimakasih banyak telah berkunjung ke Blog Saya
Semoga silaturahmi senantiasa terjalin (^_^)